Hari ini saya sedang kepikiran, ingin membedah salah satu konsep dalam tulisan saya. Konsep yang semua orang pasti memiliki, yakni konsep humanisme.
Jika dilihat dari namanya, sepertinya ini tidak terlalu
menarik untuk dibahas, tapi bisa saya pastikan ini penting untuk dimiliki.
Humanisme itu apa sih?
Jika kita tinjau secara ilmiah, Humanisme
berasal dari bahasa latin yakni humanus berasal dari kata dasar homo yang
memiliki arti manusia. Humanis merupakan sifat manusiawi atau sesuai kodrat
manusia, dan humanisme disini merupakan paham yang menjunjung tinggi nilai dan
martabat manusia.
Nah, kali ini saya mau mengerucutkan kepada apa yang harus
dilakukan manusia sebagai makhluk sosial yang tentunya ini merupakan salah satu
dari sub-judul Humanisme yang akan kita bahas.
Sebagai makhluk sosial manusia
tentu saja tidak bisa hidup sendiri, ibarat gabah (butiran padi) ia tak akan
menjadi beras apabila tidak bersinggungan dengan butiran padi yang lain. Bukankah
manusia demikian? Ia tak akan bisa berkembang jika tidak bersinggungan dengan manusia
yang lain?
Bak pepatah jawa mengatakan “Aja dadi uwong sing rumangsa bisa lan rumangsa pinter.
Nanging dadiya uwing sing bisa lan pinter rumangsa.” Jangan jadi orang
yang merasa bisa dan merasa pintar, tapi jadilah manusia yang bisa dan pintar
merasa. Apa makna dari pepatah tersebut? Jangan hanya jadi manusia yang sok
pintar tapi pintar-pintarlah merasa. Merasa apa? Merasa rendah, merasa bodoh
dan yang paling penting merasakan keadaan lingkungan sekitar. Peka jika ada
yang kesusahan, peka jika ada yang membutuhkan bantuan, bukankah itu
hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial?
Teknologi
mulai menjamah peradaban manusia, inilah yang secara tidak langsung mengikis
para humanis-humanis muda. Para kawula muda yang harusnya mampu beradaptasi dan
menyesuaikan diri di lingkungan masyarakat kini telah berubah menjadi para
muda-mudi yang hanya asik dengan gadget dan tempat tidurnya. Yang paling parah,
ada pemuda yang tak mengenal tetangganya bahkan bersosialisasipun tak bisa. Bukankah
ini miris? Atau justru bukan masalah?
Tulisan
ini tidak lebih dari sekedar opini dan kritik yang saya bangun untuk semua
orang, bahkan sebagai bahan muhasabah diri saya sendiri. Sengaja saya menulis
ini agar semua pihak disadarkan bagaimana pentingnya menjadi sosok yang humanis
dan sosialis.
Pernah anda
melihat pejabat yang angkuh? Jangankan peduli dengan manusia sekitar peka saja
terkadang mereka tidak mau. Pernah melihat yang seperti ini?
Humanisme
dimulai dari hal yang paling kecil, setidaknya merasa peduli dengan sesama
manusia. Jika tidak bisa memberikan uang dan tenaga, setidaknya berikanlah
senyuman, rangkul tetangga-tetangga sebagaimana sikap seorang makhluk sosial. Jika
senyum saja tidak diberikan apalagi uang.
2 Komentar
Jangan jadi orang yang merasa bisa dan merasa pintar, tapi jadilah manusia yang bisa dan pintar merasa. Saya baru pertama kali membaca pepatah jawa ini. Namun, maknanya langsung merasuk ke kalbu. Semakin tahu tentang sesuatu, sudah seharusnya kita semakin menyadari bahwa lebih banyak yang tidak kita ketahui.
BalasHapusPepatah jawa yang memiliki makna mendalam dan bisa jadi pedoman dalam hidup. Baru ini sih saya baca pepatah lengkapnya. Thanks sharingnya kak
BalasHapus