Sejak SMP aku selalu berpikir
bahwa nantinya aku akan masuk SMK (sekolah menengah kejuruan), ini ku lakukan
demi mengasah potensi yang ada dalam diriku. Bapak mengatakan kepadaku bahwa
aku harus pandai dalam bidang otomotif, masuk jurusan itu dan akan diberikan
modal olehnya untuk membuka bengkel setelah lulus Sekolah.
Namun takdir berkata lain, aku
justru masuk ke jurusan multimedia, jurusan yang justru bertolak belakang
dengan apa yang diangan oleh bapak. Namun, meskipun demikian bapak selalu
mensuport apa yang menjadi tujuanku. Hingga pada akhirnya aku masuk ke salah
satu perguruan tinggi swasta di pulau kalimantan. Awalnya tak ada pikiran untuk
melanjutkan sekolah, namun entah apa yang terjadi pada saat itu, seolah Tuhan
telah menggiringku untuk melanjutkan sekolah. Aku di gadang-gadang menjadi cucu
pertama yang akan menjadi sarjana dari 11 cucu nenekku.
Sudahlah, itu hanya pengantar
yang ingin aku ceritakan. Jurusan IT selalu menjadi jurusan yang ku dambakan
pada saat itu. Namun nahas, aku salah jurusan. Alih-alih menjadi programer
ataupun ahli TI, aku justru hanya akan lulus dengan gelar S.Pd yakni sebagai
guru TI.
Tak ada yang salah bukan dengan
guru? Benar memang tidak ada yang salah.
Jika profesi itu tidak salah
lantas mengapa kesejahteraan guru masih dibawah angka 50% ? tidak percaya? Mari
kita pahami lebih dalam.
Situs resmi kemendikbud
menyatakan bahwa tingkat kesejahteraan guru dengan kategori guru yang tidak
sejahtera 4%, kurang sejahtera 48%, sejahtera 40% dan sangat sejahtera 8%.
Diantara guru-guru yang memiliki
nilai persentase sejahtera adalah mereka yang memiliki jabatan atau bekerja
lebih lama.
Selain itu dilema yang dirasakan
oleh para guru pada umumnya yakni harus mengikuti PPG (pelatihan profesi guru)
yang bertujuan untuk mendaftarkan diri mereka sebagai pegawai negeri sipil.
Para guru berbondong-bondong memperebutkan status ini, mereka bekerja keras
hanya untuk mengabdi ke negara dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pernahkah kita berpikir? Mereka yang selalu mengabdi untuk negeri, mereka
menjadi tempat bergantung layak atau tidaknya suatu generasi apakah cukup hanya
di berikan upah senilai 1-2 juta rupiah? Tentu tidak, itu bahkan tidak cukup
untuk hidup istri dan anaknya.
Mungkin tulisan ini akan kubuka
kembali di 5 tahun kedepan. Aku sadar idealisme dalam diri ini masih enggan
untuk melangkah terjun ke dunia tenaga pendidik, tapi akankah idealisme ini
masih akan tetap terjaga sampai pada saatnya aku mengais-ngais lowongan
pekerjaan kelak?
Tidak mudah menjadi seorang guru,
guru itu sabar mengasuh, mengasih dan mengasah para anak didiknya dari yang
semula tidak tahu menjadi tahu.
Sebagian besar manusia telah
dibolak-balikkan hatinya oleh Tuhan, guru adalah profesi yang sangat mulia maka
dari itu pelayanan serta fasilitas untuk merekapun harus di muliakan pula. Jika
kelak aku menjadi seorang guru, maka akan ku baca kembali tulisan berserakan
ini, akan ku katakan pada dunia bahwa guru adalah profesi yang paling berjasa.
Masa depan tiada yang tahu, masa depan adalah sebuah perang, maka dari itu mari
asah senjata kita mulai dari sekarang untuk mempersiapkan peperangan itu.
0 Komentar